"Role Playing" untuk Kecerdasan Majemuk Siswa

Dalam sebuah acara bedah buku di Campus Centre ITB, Andrea Hirata mengemukakan keprihatinannyaterhadap dunia pendidikan Indonesia. Menurutnya, ukuran kecerdasan bagi orang Indonesia adalah pintar dalam menguasai Matematika atau IPA (MIPA). Dengan demikian muncul justifikasi bahwa siswa yang tidak menguasai kedua bidang tersebut adalah siswa yang bodoh dan tidak akan mencapai kesuksesan dalam kariernya. Pada kenyataannya, kita tidak bisa mengingkari bahwa orang yang sukses bukanlah juara kelas di sekolahnya. Sebagai contoh Zuckerberg, seorang penggagas situs jaringan sosial Facebook, yang menjadi milioner di usia 25 tahun. Ia seorang yang drop out dari sekolah karena lebih memilih mengembangkan hobinya mengutak-atik komputer.
Kondisi tersebut saya coba elaborasi dengan melihat teori kecerdasan majemuk (multiple intelligence) yang dikembangkan profesor pendidikan dari Harvard University, Howard Gardner. Gardner mengemukakan delapan kecerdasan yang mewakili potensi ada pada diri manusia, yaitu :

1. kecerdasan bahasa, cerdas dalam mengolah kata
2. kecerdasan logika matematis, cerdas dalam berhitung dan bernalar
3. kecerdasan spasial, cerdas dalam berpikir tiga dimensi
4. kecerdasan tubuh/kinestetik, cerdas dalam olah tubuh
5. kecerdasan musikal, cerdas dalam bermusik
6. kecerdasan interpersonal, cerdas dalam memahami pikiran dan perasaan orang lain
7. kecerdasan intrapersonal, cerdas dalam menyadari kelemahan dan keunggulan diri
8. kecerdasan naturalis, cerdas dalam memahami alam sekitar

Kita juga dapat menambahkan satu kecerdasan lainnya yaitu kecerdasan spiritual, cerdas dalam merefleksikan keberadaan Tuhan dalam kehidupannya sehari-hari. Sampai kini kecerdasan intelektual begitu sangat dihargai. Kiranya kondisi ini terjadi disebabkan berbagai kendala yang dialami guru. Pertama, kurikulum sebagai patokan pelaksanaan pembelajaran yang menitikberatkan pada penguasaan konsep kecerdasan intelektual. Kedua, bentuk-bentuk kecerdasan yang lain jarang dievaluasi, baik dalam Ujian Nasional maupun Ujian Sekolah.
Hendaknya guru menjadi fasilitator, motivator dan evaluator dalam memberikan latihan-latihan yang membantu berkembangnya kecerdasan majemuk siswa. Metode bermain peran (role playing) merupakan metode pembelajaran yang sesuai dan menjadi wahana siswa untuk meningkatkan kecerdasan majemuknya. Siswa seolah berada dalam situasi untuk memperoleh suatu pemahaman tentang suatu konsep. Metode ini sanggup mengubah kegiatan yang kaku atau monoton menjadi setting yang dinamis karena siswa dapat mengekspresikan kemampuan dirinya. Siswa diminta untuk merancang penampilan yang akan disesuaikan dengan tema yang telah ditentukan guru. Konsep atau tema yang yang diangkat adalah konsep terbuka misalnya tentang lingkungan atau permasalahan sosial. Jadi, mereka dapat mengkolaborasikan berbagai kemampuan dalam mengolah skenario.
Untuk menjadi benar-benar cerdas, diperlukan banyak sekali upaya untuk mengasah semua bentuk kecerdasan yang ada dalam diri siswa. Oleh karena itu, kontribusi guru dalam proses tersebut sangat perlu didukung oleh para orang tua.
Hal itu bertujuan agar putra-putrinya mampu menjadi orang yang sukses di masa depan karena mapu mengoptimalkan semua bentuk kecerdasan yang dimilikinya.

Sumber : Gita Nurul Puspita, M.Pd
( http://www.tribunjabar.co.id)

Met sukses 'tuk menjadi orang sukses !